Home » Archives for Juni 2016
Minggu, 26 Juni 2016
Kuliah Ahad Pagi 26 Juni 2016 Di Masjid Baiturahman Yang Menyejukan Dari KH.Asnawi Kudus Manajement Sabar
Masjid Baiturahman di pagi yang cerah hari ini ahhad 26 juni 2016 tepatnya 1 jam dari pukul 06.01 - 07.15 Wib. diadakan kuliah ahad pagi yang di isi oleh KH. Asnawi dari Kudus. dengan tema menejement dan mengatur sabar agar diberkahi oleh Allah
Santunan Yatim Piatu dan Buka Bersama Masjid Baturahman Medini 1437 H Berjalan Lancar Beserta Aturan Perlakuan Kita Terhadap Anak Yatim Berdasarkan Syariat
Sabtu, 25 Juni 2016 tepatnya
pukul 16.30 Wib, masjid baiturahman medini mengadakan kegiatan buka bersama dan
santunan yatim piatu yang mana kegiatan tersebut berjalan sesuai target dari ta’mir
masjid baiturahman medini.
Kegiatan yang
dibarengi dengan buka bersama dan di panitiani oleh Remaja Masjid Baiturahman Medini
dan juga takmir masjid, untuk tahun ini berhasil menyantuni 48 yatim piatu di
Desa Medini dan angka ini naik 10 anak dari jumlah yatim dan piatu yang berhak
mendapatkannya di banding bulan mulud 1437 H. kemarin hal itu disampaikan oleh Puji Waluyo dalam acara sambutan Takmir Masjid Baiturahman Medini dalam acara Kuliah Ahad Pagi 26 Juni 2016
Dan besarnya santunan
alhamdulillah juga di rasa lebih, keberhasilan inilah berkat jumlah penyantun
dari masyarakat Desa Medini sadar akan pentingnya Nilai Santunan dan juga
besarnya pahala yang didapat kelak di akhirat.
Berkenaan dengan
besarnya pahala penyantun dikutipoleh Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا » وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
“Aku dan orang yang
menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya[1].
Hadits yang agung
ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim,
sehingga imam Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan orang yang
mengasuh anak yatim.
Beberapa faidah
penting yang terkandung dalam hadits ini:
Makna hadits ini: orang yang menyantuni
anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan
kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[2].
Arti “menanggung
anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya,
seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan
pendidikan Islam yang benar[3].
Yang dimaksud dengan
anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum anak itu
mencapai usia dewasa[4].
Keutamaan dalam
hadits ini belaku bagi orang yang meyantuni anak yatim dari harta orang itu
sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang mendapat
kepercayaan untuk itu[5].
Demikian pula,
keutamaan ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak yatim yang punya hubungan
keluarga dengannya atau anak yatim yang sama sekali tidak punya hubungan
keluarga dengannya[6].
Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan sehubungan dengan mengasuh anak yatim, yang ini sering
terjadi dalam kasus “anak angkat”, karena ketidak pahaman sebagian dari kaum
muslimin terhadap hukum-hukum dalam syariat Islam, di antaranya:
1. Larangan menisbatkan
anak angkat/anak asuh kepada selain ayah kandungnya, berdasarkan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
{ادْعُوهُمْ
لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ
فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ}
“Panggillah mereka
(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka;
itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama
dan maula-maulamu” (QS al-Ahzaab: 5).
2. Anak angkat/anak
asuh tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang mengasuhnya, berbeda
dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak
kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia[7].
3. Anak angkat/anak
asuh bukanlah mahram[8], sehingga wajib bagi orang tua yang mengasuhnya maupun
anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak
tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram,
berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.
وصلى الله وسلم وبارك
على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
—
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim
al-Buthoni, MA
Artikel Muslim.Or.Id
[1] HSR al-Bukhari (no. 4998 dan 5659).
[2] Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (14/41) dan “Tuhfatul
ahwadzi” (6/39).
[3] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113).
[4] Lihat kitab “an-Nihaayah fi gariibil hadiitsi wal
atsar” (5/689).
[5] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113) dan
“Faidhul Qadiir” (3/49).
[6] Ibid.
[7] Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 3778), lihat
juga kitab “Tafsir al-Qurthubi” (14/119).
[8] Mahram adalah orang
yang tidak halal untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang mubah
(diperbolehkan dalam agama). Lihat kitab “Fathul Baari” (4/77).
Langganan:
Postingan (Atom)